Sejarah
<p> Pada Jaman Kerajaan di Bali, sekitar abad ke-8 Masehi telah berkembang sistem peradaban dalam bercocok tanam yang dikenal dengan nama Subak. Sistem subak ini merupakan sistem pengaturan terhadap irigasi, sehingga seluruh petani mendapatkan pengairan yang adil dan merata. Pada saat itu, Raja menguaskan Sedahan Agung sebagai pegawai kerajaan untuk mengurus tanah-tanah kerajaan dan pertanian, kemudian masuklah pengaruh Belanda dimana selain tugas di bidang pertanian juga diberikan tugas untuk memungut pajak hasil bumi.</p> <p> Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, didalam penyelenggaraan Pemerintahan memerlukan sumber dana yang memadai sehingga perlu ditata dan digali dari Pajak dan Retribusi yang penanganannya belum terkoordinir dengan baik seperti Pajak Radio dan Pajak Kendaraan Tidak Bermotor ditangani oleh Bagian Keuangan dan Retribusi Pasar, Terminal dan Rumah Potong Hewan ditangani oleh Bagian Ekonomi serta Pajak Hasil Bumi (IPEDA) ditangani oleh Sedahan Yeh untuk yang dipedesaan dan Sedahan D untuk yang di Perkotaan.Eksistensi Sedahan Agung di Bali secara normatif dikukuhkan melalui Perda Provinsi Bali Nomor 02/PD/DPRD/1972tentang Irigasi Daerah Provinsi Bali</p> <p> Setelah terbitnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah yang pada dasarnya mengatur tentang otonomi yang dinamis, nyata dan bertanggung jawab dipandang perlu untuk membentuk Badan Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung sebagai wadah untuk melaksanakan penerimaan Pendapatan Daerah.</p> <p> Perkembangan Pembentukan Badan Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badungsebagai berikut :</p> <ol> <li> Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Badung Nomor 04/Pem.3/7/1977 tanggal 1 April 1977 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pasedahan Agung Kabupaten Daerah Tingkat II Badung;</li> <li> Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Badung Nomor 3/26/1978 tanggal 1 Nopember 1978 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pasedahan Agung Kabupaten Daerah Tingkat II Badung;</li> <li> Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Badung Nomor 51/Pem.29/140/1979 tanggal 12 Maret 1979 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Daerah Tingkat II Badung;</li> <li> Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 3/PERDA/1980 tanggal 11 Pebruari 1980 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Daerah Tingkat II Badung;</li> <li> Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 3 Tahun 1991 tanggal 15 Agustus 1991 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Daerah Tingkat II Badung;</li> <li> Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 2 Tahun 2001 tentang  Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Badung. Diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Badung Tahun 2001 Nomor 3  Seri D  Nomor 3 tanggal 15 Juni 2001;</li> <li> Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2008 Tanggal 9 Juni 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Badung;</li> <li> Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 20 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah;</li> </ol> <p style="margin-left:.25in;">  </p> <p> Melihat perkembangan Penyelenggaraan Pemerintahan tersebut diatas, maka peraturan perundang-undangan tentang Pajak Daerahjugamengalami perkembangan yaitu pertama kali diberlakukan Undang-undang Nomor 11 Drt Tahun 1957 Yo Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah yang hanya mengatur pokok-pokoknya saja sedangkan secara terinci diatur oleh Peraturan Perundang-undang lain yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan antara Negara dan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1957 tentang Penyerahan Pajak Negara kepada Daerah; Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1957 tentang Pemberian Ganjaran, Subsidi dan Sumbangan kepada Daerah dan Peraturan Pemerintah tentang Penetapan Persentase dan beberapa Penerimaan Negara untuk Daerah yang setiap Tahun ditetapkan. Pajak Pembangunan I (Pb I) untuk pertama kali diberlakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1947,yang didalamnya mengatur tentang Pajak Jalan, Pajak Potong Hewan dan Pajak Bangsa Asing, dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pajak Pembangunan I (Pb I) diubah dengan sebutan Pajak Hotel dan Restoran dan dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Pajak Hotel dan Restoran dipisah menjadi Pajak Hotel dan Pajak Restoran serta yang terakhir dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan sebutan Pajak Hotel dan Pajak Restoran masih tetap sama namun ada beberapa penambahan kewenangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.</p> <p>                </p> <p> Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, maka pembiayaan pemerintahan dan pembangunan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah, khususnya yang bersumber dari Pajak Daerah perlu ditingkatkan sehingga kemandirian Daerah dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah dapat terwujud.</p> <p>  </p> <p> Untuk meningkatkan pelaksanaan pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta peningkatan pertumbuhan perekonomian di daerah, diperlukan penyediaan sumber-sumber pendapatan asli daerah yang hasilnya memadai. Upaya peningkatan penyediaan pembiayaan dari sumber tersebut, antara lain dilakukan dengan peningkatan kinerja pemungutan, penyempurnaan dan penambahan jenis pajak serta pemberian keleluasaan bagi Daerah untuk menggali sumber-sumber penerimaan khususnya dari sektor Pajak Daerah.</p> <p>  </p> <p> Dalam Undang-Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, tercantum Sumber-sumber Pendapatan Daerah terdiri dari :</p> <p> <strong>Pendapatan Asli Daerah (PAD)</strong>, meliputi :</p> <ol> <li> pajak daerah</li> <li> retribusi daerah</li> <li> hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan</li> <li> lain-lain pendapatan asli daerah yang sah</li> </ol> <p style="margin-left:.75in;">  </p> <ol> <li> <strong>Pendapatan transfer</strong> <ol> <li> transfer Pemerintah Pusat yang terdiri atas : <ol> <li> dana perimbangan, terdiri atas : <ol> <li> dana bagi hasil, bersumber dari : <ul> <li> pajak, seperti pajak bumi dan bangunan (PBB), PPh Pasal 25 dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21</li> <li> cukai, seperti cukai hasil tembakau</li> <li> sumber daya alam, seperti : penerimaan kehutanan dari iuran ijin usaha pemanfaatan hutan (IIUPH), provisi seumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan; penerimaan pertambangan mineral dan batubara yang berasal dari penerimaan iuran tetap (landrent) dan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalty) yang dihasilakan dari wilayah Daerah yang bersangkutan; penerimaan negara dari pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan; penerimaan negara dari pertambangan gas bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan dan penerimaan dari panas bumi yang berasal dari penerimaan setoran bagian Pemerintah Pusat, iuran tetap, dan iuran produksi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan.</li> </ul> </li> <li> dana alokasi umum, merupakan dana yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.</li> <li> dana alokasi khusus, merupakan dana yang bersumber dari APBN dialokasikan pada Daerah untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.</li> </ol> </li> </ol> </li> </ol> </li> </ol> <p style="margin-left:1.25in;">  </p> <ol> <li> dana otonomi khusus, dana yang dialokasikan kepada Daerah yang memiliki otonomi khusus.</li> <li> dana keistimewaan, dana yang dialokasikan kepada Daerah Istimewa.</li> <li> dana Desa, dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemaysarakatan, serta pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan kewenangan dan kebutuhan Desa.</li> </ol> <p style="margin-left:1.0in;">  </p> <ol> <li> transfer antar-Daerah <ol> <li> pendapatan bagi hasil, adalah dana yang bersumber dari pendapatan tertentu Daerah yang dialokasikan kepada Daerah lain berdasarkan angka persentase tertentu</li> <li> bantuan keuangan, adalah dana yang diberikan oleh Daerah kepada Daerah lainnya baik dalam rangka kerja sama Daerah maupun tujuan tertentu lainnya.</li> </ol> </li> </ol> <p style="margin-left:1.0in;">  </p> <ol> <li> <strong>Lain-lain pendapatan Daerah yang sah</strong></li> </ol> <p style="margin-left:28.35pt;"> merupakan seluruh pendapatan Daerah selain pendapatan asli Daerah dan pendapatan transfer, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan.</p> <p>  </p> <p> Terdapat perbedaaan struktur sumber pendapatan daerah pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dimana dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 terdapat pendapatan transfer yang terdiri atas DBH, DAU, DAK, dana keistimewaan dan dana otonomi khusus, selain itu terdapat pula dana desasebagai sumber pendapatan Pemerintahan Desa.</p>
12 Nov 2020